BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri
dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di
antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial
(social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun
bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk
dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam
kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya akan terjadinya
sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Karena
perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar
orang, organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau
“pola nilai dan norma” serta “pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih
lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-kebudayaan” karena memang antara
manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan itu
sendiri.
Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial
(masyarakat) dan kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin
mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan
kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba
mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat
itu sendiri.
Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat
dianalisa dari berbagai segi diantaranya: ke “arah” mana perubahan dalam
masyarakat itu “bergerak” (direction of change)”, yang jelas adalah bahwa
perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah
meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk
yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang
sudah ada di dalam waktu yang lampau.
Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat
luas. Wilbert Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai
“perubahan penting dari stuktur sosial” dan yang dimaksud dengan struktur
sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa perubahan social dalam suatu kajian untuk melihat dan
mempelajari tingkah laku masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Perubahan
Sosial
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan
fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya
ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang
bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
Invensi, yakni proses di
mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
Difusi, yakni proses di
mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
Konsekuensi, yakni
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau
penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang
perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial
(dan Wilbert E. Maore, Order and Change,
Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3.
perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah
banyak membicarakannya.
Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau
aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional
dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan
menjadi empat macam tindakan menurut motifnya:
1. Tindakan untuk
mencapai satu tujuan tertentu,
2. Tindakan berdasar
atas adanya satu nilai tertentu,
3. Tindakan emosional,
serta
4. Tindakan yang
didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Anonim dalam Media Intelektual (2008) mengungkapkan bahwa, aksi
sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung
datangnya dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan
upah atau gaji, menuntut perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi
sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan
dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan daripada aksi
politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan aksi politik.
Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi
politik. Aksi sosial adalah alat untuk mendidik dan melatih keberanian rakyat.
Keberanian itu dapat digunakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi, menguji
barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk
meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan McMurtry
(2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial
yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang
menghadapi beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau
produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah
keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika
kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial.
Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap
sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi
tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field
yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan
kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya
tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan
bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving
forces dan melemahkan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan,
yaitu:
1. Unfreezing, merupakan suatu proses
penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah,
2. Changing,
merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah
resistences, dan
3. Refreesing,
membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic
equilibrium).
Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh
Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan
berencana. Terdapat lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap
merupakan ide dasar dari Lewin. Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap
perubahan adalah sebagai berikut:
1. Tahap inisiasi
keinginan untuk berubah,
2. Penyusunan perubahan
pola relasi yang ada,
3. Melaksanakan
perubahan,
4. Perumusan dan
stabilisasi perubahan, dan
5. Pencapaian kondisi
akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin
tentang perubahan sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi
karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi.
Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan
penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan
memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen
perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.
Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan
merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola
perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu
diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku
kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman
tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat
seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan
yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh
hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan
pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi”
antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan
tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan
yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan
mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila
bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan
organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi.
Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan
integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi
heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada
tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh
pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah
terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan
yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas
hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar
negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh
pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme,
memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada
masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu.
Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali
dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang berdifat
progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk
hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan
menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua
konsep yaitu social statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika
struktural). Bangunan struktural merupakan struktur yang berlaku pada suatu
masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat
yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika
struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain.
Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian
yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang
perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur
kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada
pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang
terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat
sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur
masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi
perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang
lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun
demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut
sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh
terhadap perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk
intervensi sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang
tidak terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh
sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan
yang ditujukan kepada seorang klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia
berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial.
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan
pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah
segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap
dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi
segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah unsur yang mengatur
pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi
dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat
sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur
masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu
kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan
berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan
dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak
mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan
kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam
prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
B. Tipe-Tipe Perubahan
Dalam pandangan awan setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat
disebut dengan perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat
transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku anak muda.
Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan
peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial.
1. Perubahan peradaban
Perubahan adalah keniscayaan, dan perubahan ke arah yang lebih baik
tentunya merupakan hasrat dari setiap
individu maupun organisasi. Keharusan sejarah, kita semua terus menerus
berhadapan dengan sejarah perkembangan peradaban bangsa yang bergerak ke depan
dan tak pernah balik. V. Gordon Childe seorang arkeolog, mendefinisikan
peradaban sebagai suatu transformasi elemen-elemen budaya manusia, yang berarti
transformasi dalam penguasaan tulis-menulis, metalurgi, bangunan arsitektur
monumental, perdagangan jarak jauh, standar pengukuran panjang dan berat, ilmu
hitung, alat angkut, cabang-cabang seni dan para senimannya, surplus produksi,
system pertukaran atau barter dan penggunaan bajak atau alat bercocok tanam
lainnya.
Bila kita amati secara lebih mendasar lagi, tingkat peradaban
manusia terekspresikan dalam tiga indikator utama yaitu bahasa, budaya (segala
bentuk dan ragam seni, ilmu pengetahuan dan teknologi) dan agama. Selanjutnya,
ketiganya menjadi ciri suatu ras atau bangsa tertentu, beserta suku-sukunya
dalam perwilayahan geografisnya masing-masing. Akan tetapi dalam memaknai
perubahan peradaban kita harus berpedoman bahwa tidak semua yang kontemporer
itu baik dan sebaliknya tidak semua yang lama itu usang dan tidak relevan
dengan kehidupan saat ini. Dalam kacamata budaya, bangsa yang besar belajar untuk
mengganti apa yang buruk dari budayanya, dan menjaga hal yang baik dari
budayanya.
Melalui fungsi pendidikan dalam mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka akan lahirlah generasi yang mampu
melaksanakan prinsip how to change the world (bagaimana mengubah dunia) bukan
hanya how to see the world (bagaimana melihat dunia). Dan juga, how to lead the
change (bagaimana memimpin perubahan), dan bukan hanya how to follow the change
(bagaimana ikut dalam perubahan). Oleh karena itu, output pendidikan harus
diarahkan menjadi agen perubahan (agent of change). Di sinilah peran
pendidikan, di dalam rangka merekat keutuhan dan kesatuan bangsa, menjadi amat
sangat menentukan.
Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan
elemen atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi,
persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang ditemukan, dan sebagainya.
Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti
keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya.
Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan
keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di
masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan
eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya.
2. Perubahan kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi
karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda
sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh : Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya
beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung
diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani
sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya
yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam
masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian,
ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga
aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan
terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan
kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan
kebudayaan
- Adanya unsur-unsur
kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi
dan ekonomi ( kebudayaan material).
- Adanya
individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan,
terutama generasi muda.
- Adanya faktor
adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
- Adanya unsur-unsur
kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti :adat istiadat dan
keyakinan agama ( kebudayaan non material)
- Adanya
individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi
tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah,
akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o:
bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan
pangan, sandang, dan papan.
Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan
dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan
penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah
mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan
c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi
dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan
kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun
akulturasi.
Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan
muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan
iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan
hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan
setempat.
2. Faktor ekstern
Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India,
Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan
pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya
mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran
budaya yang ada.
Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab
bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula
masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan
kolonialisme.
Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan
keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula
unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
3. Perubahan Sosial
Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubungan
sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu
perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang
satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Perubahan
sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan
demokrasi, teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis
organisasi sebagai subsistem sosial.
Perspektif
Penjelasan
Tentang Perubahan
Barrington Moore, teori kemunculan diktator dan demokrasi
Teori ini didasarkan pada pengamatan panjang tentang sejarah pada
beberapa negara yang telah mengalami transformasi dari basis ekonomi agraria
menuju basis ekonomi industri.
Teori perilaku kolektif
Teori dilandasi pemikiran Moore namun lebih menekankan pada proses
perubahan daripada sumber perubahan sosial.
Teori inkonsistensi status
Teori ini merupakan representasi dari teori psikologi sosial. Pada
teori ini, individu dipandang sebagai suatu bentuk ketidak konsistenan antara
status individu dan grop dengan aktivitas atau
sikap yang didasarkan pada perubahan.
Analisis organisasi sebagai subsistem sosial
Alasan kemunculan teori ini adalah anggapan bahwa organisasi terutama
birokrasi dan organisasi tingkat lanjut yang kompleks dipandang sebagai hasil
transformasi sosial yang muncul pada masyarakat modern. Pada sisi lain,
organisasi meningkatkan hambatan antara sistem sosial dan sistem interaksi.
C. Bentuk-bentuk Perubahan
Sosial
Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua
bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang
berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal
dengan revolusi dan evolusi.
1. Perubahan evolusi
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi
dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak
tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung
mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain,
perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna
menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan
masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat
berburu menuju ke masyarakat meramu.
Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas
tentang evolusi, yaitu:
Unilinier Theories of Evolution:
menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan
tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada
tahap yang sempurna.
Universal Theory of
Evolution: menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui
tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.
Multilined Theories of
Evolution: menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu
dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem
pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.
2. Perubahan revolusi
Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara
cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis
perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai
unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung
relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau
tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik
dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi
masyarakat. Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa
syarat tertentu, antara lain adalah:
Ada beberapa keinginan
umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak
puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan
perubahan keadaan tersebut.
Adanya seorang pemimpin
atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
Pemimpin tersebut dapat
menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta
menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah
bagi geraknya masyarakat.
Pemimpin tersebut harus
dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan
tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu,
diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi
tersebut.
Harus ada momentum untuk
revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali
untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang
tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.
a. Perubahan Direncanakan
Dan Tidak Direncanakan
1. Perubahan yang
direncanakan
Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang
diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki
suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok
orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau
lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang
direncanakan selalu di bawah pengendalian dan [[pengawasan agent of change.
Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki.
Misalnya, untuk mengurangi angka kematian]] anak-anak akibat polio, pemerintah
mengadakan gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)atau untuk mengurangi
pertumbuhan jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana
(KB).
2. Perubahan yang tidak
direncanakan dan contoh
Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang
tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan
jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan
atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak
dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi. Misalnya, kasus banjir
bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir dikarenakan pembukaan
lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan. Sebagai akibatnya,
banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang mengharuskan
para warganya mencari permukiman baru.
b. Perubahan Berpengaruh
Besar Dan Berpengaruh Kecil
Apa yang dimaksud dengan perubahan-perubahan tersebut dapat kamu
ikuti penjabarannya berikut ini.
1. Perubahan berpengaruh
besar
Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut
mengakibatkan terjadinya per- ubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan
kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak
pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi. Pada perubahan ini
memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di
wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.
2. Perubahan berpengaruh
kecil
Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan-
perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh
langsung atau berarti bagi masyarakat. Contoh, perubahan mode pakaian dan mode
rambut. Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam
masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga
kemasyarakatan homolis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan
sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan
penduduk, ataupun tingkah laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga
tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan, budaya dan perubahan
sosial. Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen
atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan,
jenis-jenis bibit unggul yang ditemukan, dan sebagainya.
Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani
seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya.
Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan
keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di
masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan
eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Berikut adalah teori
yang membahas tentang perubahan sosial Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat
bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat.
Pada masyarakat yang tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadinya
perubahan-perubahan.
Disamping itu ada perubahan yang datangnya dari dalam dan perubahan
ini dibagi menjadi dua yaitu perubahn episode dan perubahan terpola. Perubahan
episode adalah perubahan yang terjadi sewaktu-waktu biasanya disebabkan oleh
kerusuhan atau penemuan-penemuan. Sedangkan perubahn terpola adalah perubahan
yang memeng direncanakan atau diprogramkan sebagaimana yang dilakukan dalam
pembangunan. Dari berbagai macam sebab perubahan sosial, semuanya bias
dikembalikan pada tiga factor utama yaitu: faktor fisik dan biologisw,faktor
tekhnologi, dan faktor budaya.
Posisi pendidikan dalam perubahan social Sesuai dengan pernyataan
Eisenstadt, institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu
berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi
kenyataan sejarah. Dan pendidikanlah yang menjadi salah satu institusi yang
terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi
pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan
budaya masyarakat. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi
kepincangan yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai
institusi penyiapan anak didik untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri,
jadi bukan untuk belajar tentang keilmuan dan keterampilan karenanya yang
terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih pada
pengembangna wawasan, minat dan pemahaman terhadap lingkungan social budayanya.
DAFTAR PUSTAKA
———-. Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan. http://
www.g-excess.com/id/pages/perubahan%11sosial.html [5 September 2009]
———-. SOSIOLOGI KOMUNIKASI. http://
agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perubahan-sosial/ [5 September 2009]
Alpizar. 2008. Islam dan Perubahan Sosial. http://
www.uinsuska.info/ushuluddin/attachments/074_ISLAM%20DAN%20PERUBAHAN%20SOSIAL.pdf
[8 September 2009]
Assa’di Husain. 2009. Islam dan Perubahan Sosial. http://
abstrakkonkrit.wordpress.com/2009/05/01/islam-dan-perubahan-sosial/ [5
September 2009]
Dankfsugiana. 2008. KONSEP DASAR KOMUNIKASI SOSIAL DAN
PEMBANGUNAN.http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/04/22/konsep-dasar-komunikasi-sosial-dan-pembangunan/
[5 September 2009]
Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo.
Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar